AGAR IBADAH KITA DITERIMA ALLOH  

Diposting oleh DEDDY TRIANTO

Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin. Ibadah terbagi menjadi ibadah hati, lisan, dan anggota badan.

Ibadah adalah perkara tauqifiyah, yaitu tidak ada suatu bentuk ibadah yang disyari’atkan kecuali berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah (hadits).

Allah berfirman,

(Artinya): “Dan Kami turunkan kepadamu kitab (Al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu.” [QS. An-Nahl: 89]

(Artinya): “Dan Allah telah menurunkan Al-Kitab (Al-Qur’an) dan Al-Hikmah (As Sunnah) kepadamu.” [QS. An-Nisaa': 113]

Apa-apa yang diluar dari syari’at tersebut tertolak, sebagaimana sabda Rasulullah Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam,

(Artinya): “Barangsiapa yang beramal tanpa adanya tuntunan dari kami, maka amalan tersebut tertolak.” [HR. Muslim 9No. 1718 (18)) dan Ahmad (VI/146, 180, 256) dari hadits 'Aisyah rhadliallahu anha]

Bagi yang di hatinya tertanam keimanan yang kuat pasti bertekad ingin beribadah dengan sebenar-benarnya. Ingin ibadahnya itu diterima oleh Allah dan tidak sia-sia. Takut dan cemas jika amalannya tertolak, tersia-siakan. Lalu bagaimana agar amalan / ibadah tersebut dapat diterima?

Ada dua syarat agar ibadah kita diterima oleh Allah Ta’ala, yaitu:

1. Ikhlas karena Allah semata, bebas dari syirik besar dan syirik kecil.

Allah Ta’ala berfirman,

(Artinya): “Maka sembahlah Allah dengan tulus ikhlas beragama kepada-Nya.” [QS. Az-Zumar: 2]

(Artinya): “Maka barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya maka hendaklah ia mengerjakan amal shaleh dan janganlah ia mempersekutukan sesuatupun dalam beribadah kepada Rabb-nya.” [QS. Al-Kahfi: 110]

2. Ittiba’, sesuai dengan tuntunan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam

Allah telah mengutus seorang Rasul dan sudah sepantasnyalah Rasul tersebut diikuti setiap ajarannya. Allah Ta’ala berfirman,

(Artinya): “Dan apa yang diberikan Rasul padamu, maka terimalah dia, dan apa yang dilarangnya maka tinggalkanlah.” [QS. Al-Hasyr: 7]

Ibadah tersebut harus sesuai dengan apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam. Apa yang tidak diajarkannya tidak dapat disebut ibadah. Dan jika perbuatan tersebut dikatakan sebagai ibadah, maka hal tersebut adalah kebohongan. Ibadah-ibadah bohong ini disebut bid’ah. Tidak hanya itu, para pelaku bid’ah (mubtadi’) mendapat pembalasan yang sungguh mengerikan, yaitu masuk ke dalam neraka, sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam,

(Artinya): “Jauhilah perkara-perkara baru karena setiap perkara baru itu bid’ah, dan setiap bid’ah itu kesesatan dan setiap kesesatan itu masuk ke dalam neraka.”

Bayangkan jika setiap orang boleh memilih ibadahnya sendiri yang sesuai dengan nalar dan keinginannya. Sesuai dengan kebutuhannya, baik secara perorangan maupun golongan.

Lalu apa yang terjadi?

Akan tercipta ibadah-ibadah yang berbeda-beda. Islam akan terkotak-kotak. Dan yang berbahaya adalah jika setiap orang atau golongan tersebut merasa paling benar sehingga memaksakan pendapatnya.

Lalu apa yang terjadi?

Kehancuranlah yang terjadi. Dapat dibayangkan.

Kedua syarat ini, yaitu ikhlas dan ittiba’ pada Rasulullah Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam, merupakan perwujudan dari dua kalimat syahadat.

Allah berfirman.
(Artinya): “Barangsiapa yang menta’ati Rasul sesungguhnya ia telah mentaati Allah.” [QS. An-Nisaa': 80]‘

Marilah kita memulai mengkaji setiap ibadah kita. Apakah sudah termasuk perbuatan yang dapat meraih cintai dan ridha Allah Ta’ala? Apakah sudah sesuai dengan tuntunan Rasulullah Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam? Jika belum. Marilah kita kembali belajar dan terus belajar menimba ilmu-ilmu yang bermanfaat. Hal ini adalah untuk kebaikan kita sendiri, yaitu untuk menghindari kita dari neraka jahannam dan menggapai ridha Allah Ta’ala.

Semoga kita termasuk ke dalam para penghuni syurga. Allahumma amiin…

Rujukan:
1. Prinsip Dasar Islam Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah yang Shahih; Yazid bin Abdul Qadir Jawas; Pustaka At-Taqwa.
2. Kesempurnaan Islam dan Bahaya Bid’ah; Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin; Dep. Agama, Wakaf, Dakwah, dan Bimibingan Kerajaan Saudi Arabia.

This entry was posted on Senin, Oktober 26, 2009 and is filed under . You can leave a response and follow any responses to this entry through the Langganan: Posting Komentar (Atom) .

0 komentar